Pendidikan merupakan
salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana
menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan
penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah. Manusia
sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah Subhanaha watta’alla dengan
suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang lain
dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola
pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.
Selanjutnya diuraikan
bahwa dalam upaya membina tadi digunakan asas/pendekatan manusiawi/humanistik
serta meliputi keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat (aspek
fisik–non fisik : emosi–intelektual ; kognitif–afektif psikomotor), sedangkan
pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai sebagai
insan manusia yang potensial, (mempunyai kemampuan kelebihan – kekurangannya
dll), diperlukan dengan penuh kasih sayang – hangat – kekeluargaan – terbuka –
objektif dan penuh kejujuran serta dalam suasana kebebasan tanpa ada
tekanan/paksaan apapun juga.
Melalui penerapan
pendekatan humanistik maka pendidikan ini benar-benar akan merupakan upaya
bantuan bagi anak untuk menggali dan mengembangkan potensi diri serta dunia
kehidupan dari segala liku dan seginya.
Ada tiga hal yang perlu di kaji kembali
dalam pendidikan.
Pertama, pendidikan
tidak dapat dibatasi hanya sebagai schooling belaka. Dengan membatasi
pendidikan sebagai schooling maka pendidikan terasing dari kehidupan yang nyata
dan masyarakat terlempar dari tanggung jawabnya dalam pendidikan. Oleh sebab
itu, rumusan mengenai pendidikan dan kurikulumnya yang hanya membedakan antara
pendidikan formal dan non formal perlu disempurnakan lagi dengan menempatkan
pendidikan informal yang justru akan semakin memegang peranan penting didalam
pembentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan global yang terbuka.
Kedua, pendidikan bukan
hanya untuk mengembangkan intelegensi akademik peserta didik. Pengembangan
seluruh spektrum intelegensi manusia baik jasmaniah maupun rohaniyahnya perlu
diberikan kesempatan didalam program kurikulum yang luas dan fleksibel, baik
didalam pendidikan formal, non formal dan informal.
Ketiga, pendidikan
ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting ialah
manusia yang berbudaya dan menyadari hakikat tujuan penciptaannya.
Dengan demikian proses
pendidikan dapat kita rumuskan sebagai proses hominisasi dan humanisasi yang
berakar pada nilai-nilai moral dan agama, yang berlangsung baik di dalam
lingkungan hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa, kini dan masa depan.
Untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yaitu masyarakat madani yang diridhoi Allah swt. tentunya memerlukan paradigma baru. Paradigma lama tidak memadai lagi bahkan mungkin sudah tidak layak lagi digunakan. Suatu masyarakat yang religius dan demokratis tentunya memerlukan berbagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang religius dan demokratis pula. Masyarakat yang tertutup, yang sentralistik, yang mematikan inisiatif berfikir manusia dan jauh dari nilai-nilai moral dan agama Islam bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan. Pada dasarnya paradigma pendidikan nasional yang baru harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global dengan tetap memiliki keyakinan yang kuat terhadap Allah dan Syariatnya. Paradigma tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu, demokratis dan religius yang sesuai dengan kehendaknya sebagai wujud nyata fungsi kekhalifahan manusia dimuka bumi.
Untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yaitu masyarakat madani yang diridhoi Allah swt. tentunya memerlukan paradigma baru. Paradigma lama tidak memadai lagi bahkan mungkin sudah tidak layak lagi digunakan. Suatu masyarakat yang religius dan demokratis tentunya memerlukan berbagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang religius dan demokratis pula. Masyarakat yang tertutup, yang sentralistik, yang mematikan inisiatif berfikir manusia dan jauh dari nilai-nilai moral dan agama Islam bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan. Pada dasarnya paradigma pendidikan nasional yang baru harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global dengan tetap memiliki keyakinan yang kuat terhadap Allah dan Syariatnya. Paradigma tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu, demokratis dan religius yang sesuai dengan kehendaknya sebagai wujud nyata fungsi kekhalifahan manusia dimuka bumi.
Oleh sebab itu,
penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik dan sekurelistik baik didalam
manajemen maupun didalam penyusunan kurikulum yang kering dari nilai-nilai
moral dan agama harus diubah dan disesuaikan kepada tuntutan pendidikan yang
demokratis dan religius. Demikian pula di dalam menghadapi kehidupan global
yang kompetitif dan inovatif, maka proses pendidikan haruslah mampu
mengembangkan kemampuan untuk berkompetensi didalam kerja sama, mengembangkan
sikap inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas. Demikian pula paradigma
pendidikan baru bukanlah mematikan kebhinekaan malahan mengembangkan
kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bersatu
di atas kekayaan kebhinekaan mayarakat dan bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar