Apa yang terlintas
dalam benak kita ketika berbicara tentang "mahasiswa"? Dulu, jika
berbicara tentang mahasiswa berarti berbicara tentang perubahan, berbicara
tentang perubahan berarti berbicara tentang mahasiswa. Hal tersebut merupakan
hal yang wajar, mengingat berbagai gelar dan status yang disandangkan
kepadanya, yaitu sebagai agen perubahan (agent of change), iron stock dan
social control.
Mahasiswa sebagai agent
of change memiliki artian bahwasanya ia terbuka dengan segala perubahan yang
terjadi di tengah masyarakat sekaligus menjadi subjek dan atau objek perubahan
itu sendiri. Dengan kata lain mahasiswa adalah aktor dan sutradara dalam sebuah
pagelaran bertitelkan perubahan.
Selain itu, mahasiswa
pun diharapkan dan menjadi harapan untuk menjadi seorang pemimpin di masa depan
yang memiliki kemampuan intelektual, tangguh dan berakhlak mulia. Itulah yang
dimaksud mahasiswa sebagai iron stock, sebagai tonggak penentu bangsa.
Peran mahasiswa sebagai
agent of change, iron stock, dan social control mengharuskan mahasiswa untuk
melek dan peduli dengan lingkungan, sehingga ia akan mudah menyadari segala
permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Karena bagaimanapun, hanya
mahasiswa yang sadar dengan keadaanlah yang mampu dan layak mengusung
perubahan.
Sejarah telah
mengukirkan banyak cerita tentang bagaimana peran mahasiswa dalam perubahan
kondisi bangsa dan negaranya mulai dari zaman kenabian, zaman kolonialisme
hingga zaman reformasi. Di Indonesia pun untuk merubah orde baru menjadi
reformasi, menumbangkan rezim Soeharto siapa yang memegang kendali? Tentu
mahasiswa. Disamping itu mahasiswa pun memiliki berbagai ilmu yang bisa
dijadikan sebagai tonggak intelektual. Dengan ilmu yang dimilikinya, mahasiswa
sebenarnya mampu untuk menjadi tonggak masa depan bangsa. Lain dulu lain
sekarang. Kini, ketika berbicara tentang mahasiswa yang terbayang adalah sosok
individualis dan self centered yang hanya memikirkan diri pribadi saja.
Boro-boro menjadi aktor
perubahan, melek keadaan sekitar pun tidak! Bisa dibilang, mahasiswa telah
berubah wujud menjadi sosok autis nan apolitis yang tidak peduli terhadap lingkungan
sekitar. Mahasiswa adalah kaum terpelajar, kaum intelektual. Kaum yang bisa
dibilang memiliki intelegensi diatas rata-rata, sehingga dapat memberikan
kontribusi positif demi peubahan dan kemajuan di tengah masyarakat.
Lagi-lagi sangat
disayangkan, ilmu yang mati-matian dikejar pun, bukan karena tuntunan
keilmuannya, bukan pula untuk diaplikasikan dalam kehidupan, tapi semata untuk
mengejar-ngejar "nilai dan karir". Sehingga apa yang terjadi? Ilmu
hanyalah sebatas angin lalu karena tidak diresapi esensi dari ilmu itu sendiri.
Jika mahasiswa nya saja
tidak bisa menjadi tonggak masa depan bangsa, bagaimana jadinya nasib bangsa
ini? Ketika mahasiswa mempunyai peran yang lebih yaitu peran intelektual dan
tonggak perubahan, seharusnya mahasiswa memfungsikan peran itu. Sebagai kaum
intelektual berarti menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh dan menjadikan menimba
ilmu itu sebuah kewajiban dan ibadah kepada Sang Pencipta. ketika sebagai
tonggak perubahan artinya mahasiswa harus peduli dengan lingkungan sekitar dan
mampu untuk melakukan perubahan ditengah-tengah umat.
Karena sesungguhnya
umat saat ini membutuhkan mutiara-mutiaranya untuk bisa menerangi mereka dalam
kegelapan. Siapa mutiara-mutiara umat itu? Mahasiswa! Perubahan apa yang
seharusnya layak diusung oleh mahasiswa. Ingat mahasiswa juga manusia. Itu
artinya mahasiswa pun adalah makhluk dari Sang Kholik yang mempunyai peran juga
sebagai hamba-Nya untuk melakukan setiap perbuatan sesuai dengan perintah
Pencipta-Nya. Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan. Namun saat ini kesempurnaan islam tidak bisa dirasakan karena tidak
diterapkannya islam dalam kehidupan. Sehingga yang terjadi hanyalah kerusakan.
Oleh karena itu perubahan yang seharusnya diusung mahasiswa adalah mengembalikan
kehidupan islam untuk bisa dirasakan oleh masyarakat.
Ketika islam diterapkan
bukan dirasakan efek sampingnya saja seperti kesejahteraan, perdamaian dan lain
sebagainya namun konsekuensi keimanan kita kepada Allah untuk bisa terikat
dengan hukum Allah. Jika kita benar-benar mengaku beriman kepada Allah, apakah
kita pantas untuk melanggar semua perintah-Nya dengan cara meninggalkan islam
dalam kehidupan? Dimanakah letak keima nan kita?
Ketika kita mengusung
perubahan ke arah islam, ini artinya kita pun harus mengetahui islam lebih
dalam dengan senantiasa mengkaji islam. Dan kita bisa menemukan bahwasanya
islam bukanlah hanya mengatur hubungan kita kepada Allah saja seperti shalat,
puasa, zakat dan naik haji namun islam adalah solusi kehidupan yang bisa
menjawab permasalahan manusia dengan tepat dan tuntas.
Mahasiswa pun harus
memiliki identitas, yakni dengan memegang teguh islam. Perubahan akan menjadi
jelas jika perubahan yang diusung adalah perubahan ke arah islam. Oleh karena
itu yang pantas untuk dijadikan sebagai perubahan bukan perubahan yang
ecek-ecek tapi perubahan untuk mengembalikan kembali kehidupan islam di
tengah-tengah masyarakat. Karena itu adalah bukti ketundukan kita kepada Allah.
Siapa yang bisa menjadi mutiara-mutiara umat, pengusung perubahan? Jawabannya
tentu KITA, MAHASISWA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar