Pengakuan suatu jumlah rupiah
dalam akuntansi pada umumnya didasarkan pada konsep objektivitas yaitu bahwa
jumlah rupiah tersebut dapat diukur secara cukup pasti dan ada keterlibatan
pihak independen dalam pengukurannya. Dengan kata lain harus ada bukti yang
cukup objektif untuk dapat mengakui. Bila kondisi atau kejadian tertentu
menjadikan kriteria tersebut dipenuhi maka kondisi atau kejadian tersebut akan
memicu pengakuan pendapatan.
Secara umum ada dua kriteria pengakuan
pendapatan yaitu:
1. Pendapatan baru dapat diakui bilamana jumlah rupiah pendapatan telah
terealisasi atau cukup pasti akan segera terealisasi (Realized atau
Realizable). Pendapatan dapat dikatakan telah terealisasi bilamana telah
terjadi transaksi pertukaran produk atau jasa hasil kegiatan perusahaan dengan kas
atau klaim untuk menerima kas.
Pendapatan dapat dikatakan cukup pasti akan segera terealisasi bilamana barang
penukar yang diterima dapat dengan mudah dikonversi menjadi sejumlah kas atau
setara kas yang cukup pasti.
2. Pendapatan baru dapat diakui bilamana pendapatan tersebut sudah terhimpun
atau terbentuk (earned). Pendapatan dapat dikatakan telah terhimpun bilamana
kegiatan menghasilkan pendapatan tersebut telah berjalan dan secara substansial
telah selesai sehingga suatu unit usaha berhak untuk menguasai manfaat yang
terkandung dalam pendapatan.
Kedua kriteria diatas harus dipenuhi
untuk mengakui pendapatan walaupun bobot pentingnya untuk suatu keadaan
tertentu dapat berbeda. Kriteria pengakuan pendapatan yang lebih teknis
dikemukakan oleh kami bahwa pendapatan dapat diakui kalau memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1. Keterukuran nilai aktiva
2. Terjadinya transaksi
3. Proses penghimpunan secara substansial telah selesai.
Kebanyakan perusahaan dasar penjualan sebagai saat
pengakuan dan pengukuran pendapatan adalah yang paling jelas dan obyektif
daripada dasar lain yang dapat dipakai.
Menurut Paton dan Littleton dan
dikutip oleh Suwardjono (1984:154) dalam buku Teori Akuntansi Perekayasaan Akuntansi
Keuangan alasan yang mendukung bahwa pendapatan pada saat penjualan merupakan
suatu standart yang utama sehingga mendasari pada pengertian dan konsep tentang
pendapatan sebagai berikut:
- Pendapatan adalah merupakan
jumlah rupiah yang menyatakan produk akhir operasi perusahaan dan oleh
karena itu harus diakui dan diukur pada tingkat atau titik kegiatan yang
menentukan dalam aliran kegiatan operasi kegiatan.
- Pendapatan harus benar-benar
terjadi dan didukung dengan timbulnya aktiva baru yang dapat dipercaya
(sah), sebaiknya berupa kas atau piutang.
Maka dapat disimpulkan dari
pengertian pendapatan diatas bahwa saat penjualan merupakan titik yang
menentukan untuk dapat menimbulkan pendapatan yang memenuhi pengertian atau
persyaratan diatas. Saat penjualan dapat dijadikan saat pengakuan karena proses
realisasi pendapatan telah terjadi.
Penjualan baru dapat dikatakan
terjadi bilamana telah terjadi peralihan hak milik atas barang, akan tetapi
peralihan hak milik merupakan masalah yang sangat teknis dan untuk dasar
penentuan saat pengakuan dalam prosedur pembukuan pendapatan disarankan untuk
tidak terlalu menekankan pada aspek yuridis formal karena kegiatan penjualan
sendiri terdiri atas rangkaian kegiatan yaitu berupa penjualan yang kontinyu.
Ada beberapa keberatan yang sering
diajukan terhadap pengakuan pendapatan atas dasar penjualan yaitu:
- Keberatan utama terhadap
pemakaian dasar penjualan adalah bahwa sebelum penjualan itu dilunasi dan
dianggap selesai, hasil akhir penjualan itu sendiri menjadi tidak pasti.
Ada kemungkinan barang dikembalikan dan tidak seluruh piutang dapat
tertagih. Disamping itu terdapat juga biaya-biaya yang timbul setelah
penjualan, misalnya biaya administrasi, biaya pengganti suku cadang yang
rusak akibat pengiriman dan lain-lain.
- Bahwa piutang pada umumnya
yaitu aktiva baru yang mendukung timbulnya pendapatan yang diakui atas dasar
penjualan kredit, tidaklah merupakan aktiva yang mempunyai daya beli yang
nyata dan oleh karenanya bukan merupakan pendukung yang memadai terhadap
pendapatan yang terealisasi.